Rasulullah pun melarang untuk mencela penyakit. Ketika Ummu Saib sakit demam dan mencela penyakit yang menimpanya, Nabi bersabda. “Janganlah kamu mencela demam. Karena sesungguhnya demam itu menikis kesalahan anak cucu Adam sebagaimana bara api mengikis keburukan besi.” (HR. Muslim)
Hikmah Ketika Sakit“Tidaklah orang Muslim ditimpa cobaan berupa penyakit atau lainnya, melainkan Allah menggugurkan keburukannya, sebagaimana pohon yang menggugurkan daunnya.”(HR. Bukhari-Muslim)
Dalam sebuah buku yang berjudul Yasalunaka fi al-Dinwa al-Hayat dan dikutip dalam Tabloid Syiar, Dr. Ahmad al-Syurbasi menulis ada lima hikmah dari sakit yang dialami manusia.
Pertama, sakit merupakan kesempatan untuk beristirahat. Kecendrungan manusia saat sehat adalah memperlakukan tubuhnya laksana robot. Ia terus bekerja demi mengejar kenikmatan dan kesenangan material tanpa henti dan tanpa memperhatikan kesihatan diri sendiri. Ia tidak menyedari bahwa otot-otot yang ada dalam tubuhnya memiliki keterbatasan.
Maka ketika seseorang sakit, ia memperoleh kesempatan untuk beristirehat, sambil melakukan introspeksi dan berpikir untuk memperbaiki pola hidupnya setelah ia sembuh nanti.
Kedua, sakit merupakan pendidikan. Ketika seseorang sakit parah, ia akan memahami betapa mahalnya nilai kesihatan. Ia pun rela mengeluarkan segala yang ia miliki demi kesembuhan penyakitnya.
Ketika seseorang sakit, ia akan meresakan betapa nikmatnya selalu ditemani, dilayani, disediakan makanan, dan yang paling nikmat dihibur. Maka, setelah sembuh nanti, ia akan tahu apa yang harus ia lakukan ketika orang lain yang sakit.
Ketiga, sakit merupakan teguran atas kesombongan manusia. Ketika sihat, manusia terkadang bertingkah seolah-olah dialah yang paling gagah, paling berkuasa dan paling berpengaruh. Tapi ketika sakit menderanya, segagah apapun menusia, sebesar apapun manusia dan sebesar apapun pengaruhnya, ia tidak dapat beranjak dari tempat tidurnya. Ketika itu, ia tidak lebih dari tulang dan darah yang dibungkus kulit.
Keempat, sakit merupakan kesempatan untuk bertaubat dan menghapus dosa. Hal ini bukan hanya dilakukan oleh yang soleh, orang sejahat apapun ketika sakit parah tak bisa berbuat apa-apa. Tangannya tidak ringan lagi. Mulutnya tak mampu mencacimaki lagi. Yang ada hanyalah penyesalan dan penyesalan.
Di samping itu, sakit yang diderita manusia merupakan kesempatan untuk memohon ampun atas dosa-dosanya. Dalam hadits diterangkan. “Tidaklah seorang muslim tertimpa keletihan, sakit, kebingungan, kesedihan hidup, atau bahkan tertusuk duri, kecuali Allah menghapus dosa-dosanya. (HR. Muttafaq Alaih).
Kelima, sakit merupakan kesempatan untuk memperbaiki hubungan keluarga dan sosial. Ketika seseorang sakit, kerabat dekat akan semakin dekat, kerabat jauh akan menjadi dekat dan yang kenal akan semakin akrab. Ketika seorang anak sakit, orang tua akan semakin sayang dan perhatian terhadap anaknya. Sebaliknya, ketika orang tua sakit, sang anak akan semakin sayang dan hormat kepada orang tuanya.
Alangkah mulianya Allah yang telah meciptakan segala-galanya tanpa sia-sia. Hanya satu sakit yang Dia timpakan kepada manusia. Akan tetapi, begitu banyak kebaikan yang dikandungnya. Kebaikan bagi si sakit yang sabar, kebaikan bagi orang tua dan keluarga yang melayani, kebaikan bagi masyarakat yang berbondong-bondong menjenguk, kebaikan bagi semua doa yang terucap.Amin ya Rabbal A'lamin..
Dalam Islam, sakit bisa menghapus kesalahan dan melenyapkan dosa. Diriwayatkan Imam Bukhari dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: Siapa yang akan beroleh limpahan kebaikan dari Allah, lebih dulu akan diberi cobaan.
Juga diriwayatkan Imam Muslim dan Imam Bukhari dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda: Tidak satu musibah pun yang menimpa diri seorang Muslim, baik berupa kesusahan dan penderitaan, kesedihan dan kedukaan, maupun penyakit. Bahkan sepotong duri yang mencocok anggotanya, kecuali dihapuskan Allah itu sebagian dari kesalahan-kesalahannya.
“Dan juga tidak seorang muslim pun yang ditimpa kesakitan mulai dari tusukan duri hingga yang lebih berat dari itu, kecuali dihapuskan Allah dengan itu kesalahan-kesalahannya tak ubahnya bagai kayu yang menggugurkan kayu-kayunya – daun-daunnya.”
Abu Hurairah ra bahwa Nabi SAW bersabda: Perumpamaan orang mukmin itu adalah seperti tanaman yang penyakitan, ia bergoyang dan condong ke mana dibawa angin. Maka bila ia ditimpa musibah ia akan condong, tetapi akan tegak kembali. Sebaliknya orang durjana adalah seperti tanaman padi yang lurus dan kaku hingga mudah patah dan tercerabut bila dikehendaki Allah.
Catat Ulasan
Terima kasih kerana meninggalkan jejak
0 ulasan: